Untuk membaca selengkapnya bagian 1 dari entry ini, silakan klik disini.
Kemarin Rabu malam aku lagi ga ada kerjaan dan nggak ngantuk, berhubung Kamis-nya free, jadi ngalong deh. Nah, jam 11 lebih-an gitu, iseng-iseng aku ganti ganti channel tv, dan tertarik untuk berhenti di Metro TV. Saat itu Metro TV sedang menayangkan acara dialog yang temanya persis sama entry yang aku tulis minggu lalu, mengenai razia warung makan di Kota Padang. Menariknya, Metro TV juga menghadirkan Bpk. Walikota Padang, sebagai bintang tamu dalam acara tersebut. Catatan: berhubung aku nggak nonton acaranya dari awal, jadi aku nggak tahu keseluruhannya seperti apa lho ya, aku cuma nonton kira-kira 15 menit sebelum acaranya selesai
Pendapatku bisa dibaca di entry sebelumnya, dan karena sudah ada 2 link di atas, aku nggak perlu nulis lagi kan?? Capek soalnya, he3... :D Langsung aja deh ke pokok permasalahannya. Di acara tersebut, ada juga pihak yang didatangkan sebagai kontra dengan tindakan aparat tersebut (kalau dari cara bicaranya kayanya dari bidang hukum deh, kalo gak ya ahli debat, mungkin kayak ibu ini... :D >> tp style-nya dalam ngasi pendapat beda koq.... :). Juga 1 pihak lagi dari sisi Syariat Islam.
Di acara tersebut, sebelumnya ditayangkan tuh cuplikan tindakan yang dilakukan aparat dalam "menertibkan" para pemilik warungnya. Ternyata nggak cuma kasus minggu lalu doank loh, di sudut-sudut lain Kota Padang ternyata juga terjadi hal yang sama. Alasan yang dikemukakan Bpk. Walikota ada beberapa, dan semuanya dasarnya hanya satu: "keberadaan warung itu mengganggu kenyamanan orang yang sedang berpuasa" ditambah dengan argumen: "karena warung-warung itu buka di tempat yang terbuka, dan semua warung di tempat terbuka dilarang untuk beroperasi pd siang hari selama Bulan Puasa ini". Nah, kalau begitu bisa dikatakan semua warung (atau hampir semua) harus tutup dong?? Mana ada sih orang yang sedang berbisnis yang jualannya di tempat yang nggak strategis, yang traffic-nya rendah, yang pasarnya sedikit?? Kan hampir nggak mungkin tuh, kecuali memang bodoh atau kurang pengalaman, atau ada pertimbangan lainnya, tp aku rasa gak banyak. Bahkan dikatakan, di mall pun bisa dilarang beroperasi selama Bulan Puasa ini. Apa!?!? Ini tambah gila lagi deh, mall itu kan tempat umum, jadi semua orang dari latar belakang maupun agama manapun bebas dong untuk datang ke mall. Jika stand makanan yang di-mall ditutup, bagaimana nasib para pengunjung non-Muslim nya (dilihat dari sudut pengunjung / customer)?? Dari sisi penjual, rugi banget dong, sewa tempat di mall tuh nggak murah, kalau mereka harus tutup selama sebulan (katakanlah selama setengah hari doank deh), omzet yang akan lepas dari tangan mereka bisa lumayan juga tuh, sebulan loh, akhirnya, penjual deh yang merugi. Ini kan menghalangi orang untuk mencari nafkah, jelas-jelas secara halal.
Kalau nggak salah denger (kalo salah ya tolong dimaafkan, bagian selanjutnya dari paragraf ini nggak usah dibaca... :D), Bpk. Walikotanya juga mengatakan ingin mewujudkan suasana puasa di Kota Padang, atau semacam itulah. Hei Bapak, masalahnya Indonesia bukan negara Islam, mewujudkan suasana yang religius sih boleh-boleh saja, tapi juga aksinya jangan seanarkis itu dong sampai merugikan pedagang yang berjualan, warga Non-Muslim, ini kan bertentangan dengan HAM juga. Demi mewujudkan suasana religius dari suatu agama tetapi merugikan HAM orang lain, ini juga malah bertentangan dengan ajaran agama manapun kan?
Bpk. Walikota juga menyatakan kalau boleh-boleh saja orang berjualan, tetapi ditutup jadi nggak mengganggu orang yang sedang berpuasa. Memang bener sih, tapi yang jadi pertanyaan, definisi tertutup-nya itu seperti apa?? Apa harus tertutup dengan sedemikian rapatnya sehingga orang nggak bisa lihat >> kalo gini jelas merugikan pedagang dong, sama aja menyuruh dia jualan di tempat yang nggak strategis, nggak ada pengunjung, dll?? Apa harus sedikit ditutup seperti yg dilakukan Mc'D? Dengan menutup sebagian kacanya dengan koran >> nanti disalahin lagi karena masih sedikit terbuka shg masih tergoda?? Atau bagaimana?? Selama definisinya nggak jelas, masalah akan terus muncul deh.
Dikatakan juga bahwa aparat melakukan penertiban ini daripada dilakukan oleh warga masyarakatnya sendiri yang nggak terima. Apa bedanya yg dilakukan aparat sama warga?? Menurutku nggak terlalu berbeda deh, anarkis semua. Kalo nggak salah dikatakan juga ingin meniru seperti yang pernah dilakukan di luar negeri (aku lupa spesifiknya di negara atau kota mana, ntar kalo inget aku tulis deh). Menurutku, kalau yang ditiru hal yang nggak baik, kenapa haru ditiru?? Atau, mungkin disana memang baik, tapi belum tentu baik untuk diterapkan di Indonesia kan?? Sikon-nya bisa jadi berbeda... .
Menurutku, kan suatu konsekuensi yang sangat logis kan, dalam berpuasa itu banyak godaanya, dan godaan itu kan salah satu ujian dalam menjalankan ibadah. Bukan berarti yang non-Muslim lantas bebas ngapa2in loh, tetep harus menghormati mereka yang puasa. Kesimpulannya, sama dengan entry-ku sebelumnya aja deh, bisa dibaca dengan lengkap koq disini... :)
No comments:
Post a Comment