Thursday, July 05, 2007

#369 - Flights



Mumpung masih lagi rame-ramenya ngomongin industri peenrbangan di Indonesia, sebelum basi, ikutan membahas ah... :) (mumpung ga ada bahan lain yang ditulis juga, he3.... :D)

Pada bulan Maret 2007, pemerintah melalui Departemen Perhubungan mengadakan penilaian terhadap maskapai-maskapai penerbangan yang ada di Indonesia. Hasil dari penilaian tersebut akan mengelompokkan maskapai ke dalam tiga kelompok, yakni kategori 1 jika maskapai mendapat nilai 180 - 200 (artinya maskapai berkinerja baik), kategori 2 jika mendapat nilai 120 - 180 (artinya maskapai berkinerja sedang dengan memenuhi persyaratan minimal), dan kategori 3 jika nilai di bawah 120 (artinya kinerja maskapai buruk). Yang mengejutkan, tidak ada satu pun maskapai di Indonesia yang masuk kategori 1, bahkan maskapai "kebanggaan" kita, Garuda Indonesia. Sumber diambil dari sini.

Beberapa waktu yang lalu, setelah 3 bulan, pemerintah mengadakan kembali penilaian terhadap maskapai-maskapai penerbangan yang ada di Indonesia. "Akhirnya", ada 1 maskapai yang masuk kategori 1, yakni Garuda Indonesia dengan skor naik 22 poin menjadi 168. Peningkatan juga banyak terjadi di beberapa maskapai lain, banyak yang naik dari kategori 3 ke kategori 2. Sementara maskapai Jatayu, yang tetap nongkrong di kategori 3, dibekukan izinnya. Sumber diambil dari sini.

::: Garuda Indonesia's Airbus A-330-300

JIKA DIPERHATIKAN ada keanehan loh. Dikatakan bahwa maskapai dikatakan masuk kategori 1 apabila memiliki nilai di antara rentang 180 - 200. Jika Garuda Indonesia memiliki skor 168, artinya dia setelah penilaian ini masih masuk kategori 2 dong?? Belum kategori 1?? Di bagian akhir artikel 2 juga ditulis rentang skor untuk pemeringkatan ini, tapi juga nampaknya masih belum ada "revisi" tuh di artikel.

Oke lah, katakanlah ada "revisi" dan nggak masuk di artikel tersebut, artinya pemerintah menurunkan standar nilai kategori dari minimal 180 untuk kategori 1 menjadi di bawah 168 (sehingga Garuda bisa masuk kategori 1). Apa yang terjadi disini?? Koq aneh sekali??

Hal ini juga mirip koq sama apa yang dilakukan pemerintah terhadap Ujian Nasional (lho, dari penerbangan nyambung ke UN, ha3... :D). Karena ga nyambung, yang ini kapan2 aja ah nulisnya, he3... :)

Back to maskapai penerbangan. Nah, nggak aneh juga kalo Uni Eropa kemudian melarang maskapai Indonesia untuk terbang di wilayah Eropa. Lha pemerintah sendiri nggak konsisten koq dalam mengurusi masalah transportasi (ga cuma udara loh) di Indonesia. Standar malah diturunkan supaya Garuda bisa masuk kategori 1, hmmmm.... . Mencerminkan sikap bangsa Indonesia deh. Yang penting ranking, bukan kualitas. Untuk apa jadi ranking terbaik kalo nggak bisa dibanggakan karena menjadi yang terbaik dari yang terburuk?? Nggak bangga dong kalo di sekolah ranking 1 tapi dengan rata-rata nilai 6, ha3... :)

Herannya, banyak loh "permainan" di Indonesia ini. Tiga setengah tahun yang lalu status Bandara Adisutjipto Yogyakarta dinaikkan jadi bandara internasional. Kalo begini ya seharusnya bandara memenuhi persyaratan sebagai bandara internasional dong. Kenyataannya?? Saat terjadi tragedi GA 200 di Yogyakarta awal Maret lalu, bandara ga bisa apa-apa. Kondisi landasan pacu yang pendek (cuma sepanjang 2200 meter) juga ga ideal dan bergelombang membikin kalo mendarat di Adisutjipto itu deg2an (coba aja sendiri).

::: Garuda's Boeing 737 flight 200 wreckage after the accident

Tiga tahun lalu juga Garuda Indonesia membuka rute internasional dari Yogyakarta langsung ke Kuala Lumpur dan Singapore. Pada saat yang sama, tiga maskapai asing, yaitu Air Asia, Malaysia Airlines, dan Singapore Airlines juga "meminta izin" untuk beroperasi di Bandara Adisutjipto Yogyakarta. Walaupun yang Singapore Airlines aku yakin bukan SQ-nya sendiri yang mau masuk Jogja, soale mana cukup landasan dan apron Adisutjipto untuk pesawatnya SQ yang paling kecil aja sekelas Boeing 777. Aku duga sih yang akan masuk anak perusahaannya SQ yang baru, yakni Tiger Airways yang memang LCC (bukan Silk Air soale Silk Air udah buka rute Singapore - Solo). He3... :) Apa yang terjadi?? Semuanya DITOLAK dan hanya menyisakan Garuda Indonesia memonopoli rute internasional itu. Akhirnya, Air Asia malah masuk ke Solo. Apa yang kemudian terjadi?? Kedua rute internasional Garuda merugi. Langkah yang diambil lalu menyatukan rute, jadi Jogjakarta - Singapore - Kuala Lumpur. Masih juga merugi, akhirnya jadi Jogjakarta - Singapore doank. Masih merugi juga, akhirnya skarang tutup, dan ga ada rute internasional dari Jogjakarta. Waktu masih ada rute Jogja - Kuala Lumpur aja temenku ada yang bela-belain milih naik Air Asia dari Solo loh, soalnya selain karena memang mau ke Hong Kong, juga harga terpaut lumayan juga (walau ga semua kursi Air Asia murah, he3... :D Yang murah cuman beberapa doank tuh)

Karena lumayan seneng sama acara TV di National Geographic Chanel (NGC), yaitu Air Crash Investigation, jadi tau nih banyak kecelakaan2 pesawat. Di luar negri aja udah ada buanyak bgt kecelakaan. Di salah satu episode yang menayangkan kecelakaan Air France flight 358 di Toronto, Kanada, kejadiannya mirip sama kombinasi kecelakaan GA 200 di Jogja dan Lion Air JT 538 di Solo, November 2004 lalu. Pesawat overshot landasan pacu dan terbakar. Hebatnya, pemadam kebakaran Bandara Internasional Pearson Toronto, "hanya" membutuhkan waktu 58 detik untuk mencapai badan pesawat. Ga kaya di Jogja kemarin tuh. Hebatnya lagi, nggak ada korban meninggal loh. Tipe pesawatnya padahal pesawat besar Airbus A-340 tuh.


::: Air France Airbus A-340 flight 358's wreckage after the accident

Dari banyak episode, kesalahan2 yang ada memang nggak semuanya kesalahan dari maskapai loh. Ada yang memang udah ada kesalahan struktur dari pabrik pembuat pesawatnya, ada juga kesalahan dari pihak bandara. Seperti di kejadian Air France itu untuk menghemat biaya, bandara mengarahkan Air France mendarat di runway terpendek dari 4 runways yang ada di bandara. Di kecelakaan Korean Air flight 801 di Guam, Amerika, juga sebagian karena 'kesalahan' bandara yang mematikan "glide slope beam" yang membantu pilot mendaratkan pesawat melalui Guam yang berbukit-bukit dan mendesain ulang ground proximity radar yang malah memperparah kondisi.

Artinya, untuk meningkatkan kualitas penerbangan di Indonesia, pemerintah jangan main-main dong (nurunin standar, dll). Harus bener2 serius soale kan mempertaruhkan nyawa jutaan orang kan?? Juga jangan fokus pada maskapai aja, tapi juga kesiapan dan fasilitas-fasilitas keamanan dari masing-masing bandara di Indonesia. Bandingin deh Bandara terbaik di Indonesia, Soekarno-Hatta dengan Changi Airport Singapore atau KLIA di KL, jauh kan?? :)



::: ga ada hubungannya, tapi pas tadi browsing nemu gambar yg keren banget neh, ha3... :) Diambil di Princess Juliana International Airport nih (atas: Corsair Boeing 747-400; bawah: American Airlines Boeing 757)

No comments:

Post a Comment