I think one intermezzo entry before continuing my Portugal Trip entry won't hurt, so here we go, hehe.
Last Sunday was October the 31st. Well, what is identic with that date? Well, when I hear this date, I don't think anything, honestly, probably just "another end of a month". But if I am forced to think a bit further, okay, I then think about "Halloween". In the Netherlands, Halloween is not that widely "celebrated" (well, at least based on my experience here and I don't know whether I can generalize it or not). Unless that two weeks ago there was a Halloween party (yup, the party was two-week early because this year's Halloween is exactly in the middle of exam weeks and of course no student is in the modd of party-ing in that circumstances).
Anyway, what I want to write is not about Halloween, but about my experience I had last Sunday. That was: having one day with 25 hours in it (yeah, twenty FIVE)!! Well, for those who are used to live in the northern-latitude part of the globe (and probably the southern), this might not be a "weird" thing. But it is for those who are used to live in the equatorial area (i.e Indonesia). It never happens there, hahaha.
Last Sunday October the 31st, there was a time adjustment, called the Daylight Saving Time (DST). In a year, two adjustments take place, during the transition to summer (in spring) and the transition to winter (in fall). Last October the 31st, it was the transition to winter. The adjustment was done by "rewinding" the time for one hour. So, last Sunday, at 3 AM, suddenly the time was "reverted back" to 2 AM "again". It meant that last Sunday had one extra hour, which meant that that day had 25 hours. Well, this winter time is actually the "actual" European time, which means that the time difference between Western Indonesian Time and Greenwich is 7 hours (only six hours in the summer time due to this DST). DST takes place so that the sun doesn't rise "too soon" in the summer (because during summer, day in Europe is longer than night, just like when I first arrived at the Netherlands last August, the sun rose at 6 AM and set at 9 PM), so the time was forwarded back one hour.
Well, I personally have no problem with this DST as it means that I have one extra hour
Well, that's pretty much this entry. I am now kinda busy with an exam that will take place this Thursday and two assignments due next week. Maybe I will post the next part of my Portugal trip entry a little bit late, but I will work on it really soon, hehehe :-)
BAHASA INDONESIA
Satu posting selingan dulu ya sebelum melanjutkan cerita perjalanan ke Portugal, hehe.
Hari Minggu lalu adalah tanggal 31 Oktober. Apa hal yang identik dengan tanggal itu? Rasanya, begitu dengar tanggal ini, aku nggak berpikir apa-apa sih, paling hanya "akhir bulan". Kalau dipaksa berpikir agak jauhan dikit, baru deh terpikir "Halloween". Di Belanda, Halloween nggak se-wah itu untuk dirayakan sih (nggak tahu juga apakah aku bisa meng-generalisir-nya atau tidak, yang jelas sih dari pengalamanku tahun ini, gemanya tidak terlalu terasa), kecuali dua minggu yang lalu ada party bertemakan Halloween (yup, party-nya dua minggu sebelum Halloween berlangsung, soalnya hari Halloween tahun ini berada di tengah-tengah minggu ujian. Jelas lah nggak ada mahasiswa yang mood nge-party di tanggal-tanggal kaya gini, hahaha).
Eniwei, yang mau aku tulis bukanlah tentang Halloween, tapi tentang pengalaman pertamaku yang kualami hari Minggu lalu. Pengalaman itu adalah: merasakan satu hari yang panjangnya 25 (ya, dua puluh LIMA) jam!! Bagi yang sudah terbiasa hidup di daerah lintang utara (dan selatan mungkin?), mungkin hal ini nggak aneh ya. Tapi buat yang terbiasa hidup di daerah ekuator (misalnya Indonesia), hal ini aneh karena tidak pernah terjadi, hahaha.
Jadi, hari Minggu tanggal 31 Oktober lalu, terjadi penyesuaian waktu yang disebut Daylight Saving Time (DST). Dalam setahun, dua kali penyesuaian waktu DST dilakukan, pada perpindahan ke musim panas (di musim semi) dan perpindahan ke musim dingin (di musim gugur). Tanggal 31 Oktober lalu, penyesuaian ini adalah perpindahan ke musim dingin. Penyesuaian dilakukan dengan "memundurkan waktu" selama satu jam. Jadi, subuh hari Minggu lalu, waktu jam 3 pagi, tiba-tiba waktunya "mundur" jadi jam 2 pagi "lagi". Jadilah hari Minggu lalu mendapat jatah tambahan satu jam "ekstra", yang artinya dalam sehari ada 25 jam. Nah, waktu musim dingin ini sebenarnya adalah waktu "asli" Eropa, yang artinya beda waktu antara WIB dengan Greenwich benar-benar tujuh jam di musim dingin (di musim panas hanya enam jam karena DST ini). DST dilakukan agar di musim panas si matahari nggak terbit "kepagian" (karena di musim panas, siang di Eropa lebih lama daripada malam, waktu aku baru tiba di Belanda Agustus lalu saja, matahari terbit jam 6 pagi dan terbenam jam 9 malam), makanya waktunya dimajukan satu jam.
Aku sih senang-senang aja sama DST kali ini sih, soalnya jadi memiliki satu jam ekstra
Yah, itulah posting selingan kali ini. Aku sekarang sedang sibuk sama ujian yang akan berlangsung hari Kamis besok ini dan dua tugas yang menanti untuk minggu depan. Mungkin kelancaran pemublikasian bagian selanjutnya dari cerita perjalanan ke Portugal akan sedikit tersendat. Tapi aku usahakan segera beres kok, hehehe :-)
hahahaha aku malah bingung kalo sama DST loh... hehe kayaknya ribet gitu waktunya yak.. kudu nyesuain diri lage hehhe :)
ReplyDeletehayo..ditunggu cerita portugalnya :)
@ Fun : haha, iya, awalnya jg gitu, bingung. Tapi sebenernya simple aja koq, tinggal majuin/mundurin jam aja, haha.
ReplyDeleteOke, sabar yah. Bagian 1-nya sudah tuh di posting sebelumnya :D
waktunya jadi mundur se jam, bangunnya kita hari itu juga di molorin se jam, puwas bow!...
ReplyDelete@ Tiwi : haha, bener tuh, lumayan!! :)
ReplyDelete